Selasa, 22 Juni 2010

tugas kimia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Senyawa halogen sangat penting karena berbagai sebab. Alkil dan aril halida sederhana, terutama klorida dan bromida, adalah cikal bakal sintesis kimia organik. Melalui reaksi subtitusi, yang akan di paparkan dalam bab ini, halogen dapat digantikan dengan gugus fungsi lain. Halida-halida organik juga dapat dirubah menjadi senyawa-senyawa jenuh eliminasi. Akhirnya, banyak senyawa-senyawa organik mempunyai kegunaan praktis, sebagai ansektisida, herbisida, pencegah api, cairan pembersih dan refrigeran, dan sebagainya. Dalam bab ini akan dibahas semua segi mengenai senyawa-senyawa halogen.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dan penulis dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang reaksi subtitusi nukleofilik (SN1 dan SN2) dan eliminasi (E1 dan E2).
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup yang menjadi topik makalah ini adalah perbedaan antara reaksi SN1, SN2, E1 dan E2 baik ditinjau dari sudut mekanisme reaksi, sterokimia reaksi energi dalam reaksi yang bersangkutan, laju reaksi dan sebagainya.
1.4 Dasar Teori
Suatu reaksi subtitusi (SN1danSN2) maupun eliminasi (E1dan E2) dapat diidentifikasi dengan berbagai macam cara diantaranya melalui mekanisme reaksi, sterokimia, dan sebagainya
Sebagai contoh perbedaan rekasi subtitusi (SN1danSN2) dilihat dari struktur halida pada reaksi SN2 struktur halida bentuk tersier terjadi lambat sedangkan pada SN1 dapat terjadi dengan cepat karena pada SN2 di bagian belakang karbon , tempat pergantian terjadi, keadaanya akan semakin berdesakan apabila gugus alkil yang melekat pada karbon yang membawa gugus pergi semakin banyak, sehingga reaksinya menjadi lambat, alasan untuk reaktivitas ini lebih jelas bila kita menggambarkan mekanismenya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.2.1 Reaksi Subtitusi (FESSENDEN)

Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan positif parsial. Karbon ini rentetan terhadap (susceptible; mudah diserang oleh)serangan oleh anion dan spesi lain apa saja yang mempunyai spesi lain apa saja yang mempunyai sepasang elektron menyendiri (unshered) dalam kulit luarnya. Dihasilkan reaksi subtitusi – suatu reaksi dalam nama satu atom,ion atau gugusan disubtitusikan untuk (menggantikan) atom,ion atau gugus lain.

elektron ikatan - o
pergi bersama halogen
δ+ δ-
HO + CH3CH2 Br CH3CH2 OH + Br -

ion hidroksida bromoetana etanol

Dalam reaksi subtitusi akil halida itu disebut gugus pergi (leaving group) suatu istilah yang berarti gugus apa saja yang dapat digeser dari ikatannya dengan suatu atom karbon. Ion halida merupakan gugus pergi yang baik, karna ion-ion ini merupakan basa yang sangat lemah. Basa kuat seperti misalnya OH-, bukan gugus pergi yang baik.dalam reaksi subtitusi halida,ion iodida adalah halida yang paling mudah digantikan, baru ion bromida dan kemudian klorida. Karena F- merupakan basa yang kuat daripada ion halida yang lain, dan arena ikatan C-F lebih kuat daripada ikatan C-X lain.

RF RCl RBr RI
naiknya reaktifitas

Spesi (species) yang menyerang suatu alkil halida dalam suatu reaksi subtitusi disebut nukleofil, sering dilambangkan dengan Nu-. Dalam persamaan reaksi diatas, OH- dan CH3 O- adalah nukleofil. Umumnya,sebuh nukleofil ialah spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat positif; jadi sebuah nukleofil ialah suatu basa lewis. Kebanyakan nukleofil adalah anion; namun,beberapa molekul polar yang netral, seperti H2O,CH3OH dan CH3 NH2 dapat juga bertindak sebagai nukleofil.Molekul netral ini memiliki pasangan elektro menyendiri,yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan sigma.Substitusi oleh nukleofil disebut substitusi nukleofil atau pergantian nukleofil (nucleophilic displacement ).

2.2.2 Reaksi Eliminasi (FESSENDEN)

Bila suatu alkil halida diolah dengan suatu basa kuat,dapat terjadi suatu reaksi eliminasi. Dalam reaksi ini sebuah molekul kehilangan atom-atom atau ion-ion dari dalam strukturnya.Produk organik suatu reaksi eliminasi suatu alkil halida adalah suatu alkena.Dalam tipe reaksi eliminasi ini,unsur H dan X keluar dari dalam alkil halida;oleh karena itu reaksi ini juga disebut reaksi dehidrohalogenasi.( Awalan de- berarti “minus” atau “hilangnya”).

Br H

CH3CH - CH2 + OH CH3CH = CH2 + H2O + Br -

2- bromopropana propena
(isopropyl bromide) (propilena)



2.2.3 Nukleofilisitas Lawan Kebasaan (FESSENDEN)
Semua basa dapat bertindak sebagai nukleofil. Sebaliknya, semua nukleofil dapat bertindak sebagai basa. Dalam masa-masa kasus,pereaksi (reagent) bereaaksi dengan cara menyumbangkan sepasang elektronnya untuk membentuk suatu ikatan sigma baru.
Kebasaan ialah ukuran kemampuan pereaksi untuk menerima sebuah proton dalam suatu reaksi asam-basa. Oleh karena itu kuat basa relatif dari sederet pereaksi ditentukan dengan membandingkan letak relatif kesetimbangan mereka dalam suatu reaksi asam,-basa,seperti misalnya derajat ionisasi air.








basa kuat



I - Br - Cl - ROH H2O - C ≡ N - OH - OR

Naiknya kebasaan


kontras dengan kebasaan, nukleofisilitas ialah ukuran kemampuan suatu pereaksi untuk menyebabkan (terjadinya) suatu reaksi subtitusi. Nukleofilisitas relatif dari sederet.

CH3CH2 - Br + OH CH3CH2 - OH + Br


H2O ROH Cl - Br - OH - OR I - - C ≡ N

naiknya nukleofilisitas

Data daftar nukleofilisitas relativetidak paaralel secara eksak denaan daftar kuat basa ; suatu basa lebih kuat biasanya juga nukleofili yang lebih baik dari suatu basa lebih lemah.misalnya, OH -(suatu basa kuat) adalah nukleofilik yang lebih baik dari pada atau H2O (basa lemah). Karena beberapa alkil halida dapat menjalani reaksi subtitusi dan eliminasi.pereaksi seperti OH- dpat bertindak baik sebagai nukleofil dalam suau bejana reaksi.

( CH3)2CHBr + -OH H2O (CH3)2CHOH + CH2 = CHCH3



terbentuk oleh – OH terbentuk oleh -OH
yang bertindak yang bertindak sebagai
sebagai nukleofil basa








2.2.4 REAKSI SN2 (FESSENDEN)
Bromoetana dengan ion hidroksida yang menghasilkan etanol dan ion bromida adalah suatu reaksi SN2 yang khas (SN2 berarti “ subtitusi,nukleofilik,bimolekuler ).
Metil halida dan alkil halida primer apa saja,bereaksi Sn2 dengan nukleofilik yang agak kuat;-OH,-CN dan lain-lain yang belum disebut. Metil halida dan akil halida primer juga bereaksi dengan nukleofil lemah, seperti H2O, tetapi reaksi –reaksi ini terlalu lambat tak sehingga tak bermanfaat.Alkil halida sekunder dapat bereaksi Sn2; tetap alkil halida tersier tidak.

2.2.4.1 Mekanisme Reaksi SN2 (FESSENDEN)
Pemerian terinci mengenai bagaimana reaksi berlangsung disebut mekanisme reaksi. Suatu mekanisme reaksi harus bisa menjelaskan semua fakta yang diketahui banyak fakta dan untuk mekanisme-mekanisme reaksi tertentu telah disepakati oleh pakar kimia. Sementara itu mekanisme reaksi-reaksi lain masih sangat bersifat dugaan (speculative).
Agar bereaksi pertama-tama molekul-molekul itu harus saling bertabrakan. Kebanyakan tabrakan antar molekul itu tidak mengakibatkan suatu reaksi; molekul-molekul itu hanyalah terpental kembali. Agar bereaksi, molekul-molekul yang bertabrakan itu harus mengandung energi potensial agar terjadi pematahan ikatan. Juga sikap (orientasi) molekul-molekul itu, satu terhadap yang lain, sering merupakan faktor penting dalam menentukan apakah suatu reaksi akan terjadi. Terutama untuk suatu reaksi SN2 hal ini memang benar.

2.2.4.2 Stereokimia reaksi SN2 (FESSENDEN dan WWW.CHEM-IS-TRY.ORG.COM)
Dalam reaksi SN2 antara bromoetana dan ion hidroksida, oksigen dari ion hidroksida menabrak bagian belakang karbon ujung dan menggantikan ion bromida:
Reaksi SN2 keseluruhan :
H CH3 H3C H
HO - - - C Br - - HO C + Br -
H H
serangan dari belakang
Bila sebuah nukleofil menabrak sisi belakang suatu atom karbon tetrahedral yang terikat pada sebuah halogen, dua peristiwa terjadi sekaligus: (1) suatu ikatan baru mulai terbentuk, dan (2) ikatan C – X mulai patah. Proses ini disebut proses setahap atau proses serempak (concerted). Jika energi potensial kedua spesi yang bertabrakan cukup tinggi, tercapai suatu titik dimana, dilihat dari segi energi, pembentukan ikatan baru dan pematahan ikatan C – X lama dimudahkan. Ketika pereaksi diubah menjadi produk, mereka harus melewati suatu keadaan-antara, yang memiliki potensial tinggi, dibandingkan dengan energi pereaksi atau produk. Keadaan-antara ini disebut keadaan transisi (transition state) atau kompleks terreaktifkan (activated complex). Karena keadaan transisi melibatkan dua partikel (Nu- dan RX), maka reaksi SN2 dikatakan bersifat bimolekuler (bimolecular angka “2” dalam SN2 menyatakan bimolekuler).

ikatan parsial
H CH3

H CH3 H3C H
HO- + C Br HO - - - C - - - Br OH C +Br -
H H H
Pereaksi keadaan transisi produksi
energy potensial tinggi
mampu kembali kepereaksi
atau terus keproduk
Suatu keadaan transisi dalam reaksi apa saja adalah penataan berenergi-tinggi dan kilas (dari) pereaksi ketika berubah menjadi produk. Suatu keadaan transisi tak dapat isolasi dan disimpan dibotol. Keadaan transisi hanyalah suatu pemerian dari “ dalam keadaan berubah.” Akan sering digunakan tanda kurung siku dalam persamaan reaksi, untuk menunjukan struktur sementara yang tidak dapat diisolasi, dalam reaksi itu disini tanda kurung siku digunakan terhadap struktur suatu keadaan transisi. Kelak tanda ruang ini kadang-kadang digunakan untuk menyatakan produk-produk tak setabil, yang bereaksi lebih lanjut.


H CH3 H CH3
---- C---- atau C
H karbon sp2 H
Ketika nukleofil menyerang dari arah belakang molekul (dilihat dari atom halogen), ketiga gugus yang terikat pada karbon berubah posisi menjadi rata dalam keadaan transisi, kemudian membalik kesisi lain, sangat mirip dengan payung yang kelewatan terbukannya (model molekul akan sangat bermanfaat untuk menghayati proses ini). Peristiwa membalik ini disebut inversi konfigurasi atau inversi Walden.
Adannya inverse sebagai bagian mekanisme suatu reaksi SN2 diperagakan dengan indahnya, oleh reaksi enantiomer murni dari alkil halide sekunder kita. Misalnya, reaksi SN2 dari (R) – 2- bromooktana dengan –OH menghasilkan (S)-2-oktanol secara hampir ekslusif.
H CH2 (CH2)4CH3 CH2 (CH2)4CH3
HO + C Br SN2 HO C H + Br
CH3 CH3
(R)-2-bromooktana (S)-2oktanol
96% inversi
Kebanyakan reaksi yang melibatkan molekul kiral dilaksanakan dengan campuran rasemik, yakni campuran ekuimolar reaktan (R) dan (S), dalam hal-hal ini produk juga berupa campuran rasemik. Meskipun terjadi juga inversi, efek ini tak dapat diamati karena separuh molekul-molekul menuju kesatu arah dan separuh lainnya menuju kearah yang berlawanan.
(R)-RX + (S)-RX OHSN2 (S)-ROH + (R)-ROH
Rasemik Rasemik



2.2.4.3 Laju reaksi SN2 (FESSENDEN)
Tiap molekul yang bereaksi dan menghasilkan produk harus melewati keadaan transisi, baik strukturnya maupun energinya. Karena energi molekul-molekul tidak sama, maka diperlukan waktu agar semua molekul itu bereaksi. Persaratan waktu ini menimbulkan pengertian dan besaran yang disebut laju reaksi ( rate of reaction). Laju reaksi kimia ialah ukuran berapa cepat reaksi itu berlangsung; yakni berapa cepat pereaksi itu habis dan produk terbentuk. Kinetika reaksi mempelajari dan mengukur laju-laju reaksi.
Laju reaksi bergantung pada banyak variabel beberapa diantaranya dapat dibuat konstan untuk suatu eksperimen tertentu (misalnya temperatur dan pelarut). Dalam bab ini dua variabel yang terutama diperhatikan ialah : (1) Konsetrasi pereaksi, dan (2) struktur pereaksi.
Menambah konsentrasi pereaksi yang mengalami reaksi SN2, akan menambah laju terbentuknya produk, karena akan menambah seringnya tabrakan antara molekul-molekul. Lazimnya laju reaksi SN2 berbanding lurus dengan konsentrasi-konsentrasi kedua pereaksi. Jika semua variabel lainnya dibuat konstan dan konsentrasi alkil halida atau konsentrasi nukleofil dilipat-dua kali, maka laju pembentukan produk juga berlipat dua. Jika salah satu konsentrasi dilipat-tiga kan, laju juga akan berlipat tiga.
Nu:- + RX RNu + X -
Laju SN2 = k [RX] [Nu:-]
Karena laju suatu reaksi SN2 bergantung pada konsentrasi dari dua partikel (RX dan Nu:-), maka laju itu dikatana order kedua (second order). Reaksi SN2 dikatakan mengikuti kinetika order-kedua. (Meskipun reaksi SN2 juga bimolekular, tidak setiap reaksi bimolekular, tidak setiap reaksi bimolekular adalah dari order-kedua dan tidak tiap reaksi order-kedua adalah bimolekular.


2.2.4.4 Pengaruh Struktur Pada Laju (FESSENDEN)
Kinetika reaksi memberikan suatu cara yang berharga untuk memeriksa efek-efek struktur terhadap reaktivitas. Perhatikan dua reaksi tersebut:

. OH- + CH3 Br. CH3OH + Br-

bromometana metanol
suatu metil halida

OH- +CH3 CH2Br CH3CH2OH + Br-
bromoetana etanol
suatu alkil bromida primer
Keduanya reaksi SN 2 dan keduanya menghasilakan alkohol. Kedua reaksi itu hanya berbeda dalam bagian alkil dari alkil halida. Perbedaan dalam gugus alkil ini mempengaruhi laju reaksi SN 2 atau tidak? Untuk menjawab pertanyaan ini, laju kedua reaksi itu diukur pada kondisi reaksi yang sama (pelarut, konsentrasi dan temperatur sama). Kemudian atau kedua tetapan laju (k1 dan k2 ) ditetapkan atau, lebih lazim laju relatif ditetapkan. OH- + CH3 Br

Dalam suatu studi dijumpai bahwa bromometana bereaksi 30X lebih cepat daripada bromoetana. (jika reaksi bromoetana perlu satu jam untuk selesai separuh, maka reaksi bromometana hanya memerlukan 1/30 kalinya, atau 2 menit, untuk menyelesaikan separuh reaksi. Dapat disimpulkan bahwa memang beda yang besar antara gugus etil dan metil dalam mempengaruhi lajur reaksi.
Dalam cara serupa, laju relatif anekaragaman reaksi SN 2 dari alkil halida telah ditetapkan. Tabel menunjukan laju relatif rata-rata (dibandingkan etil halida) dari reaksi SN 2 sejumlah alkil halida.
Tabel Laju relatif rata-rata beberapa alkil halida dalam reaksi SN2 yang lazim
Alkil halida laju relatif
CH3X 30
CH3 CH2X 1
CH3 CH2 CH2X 0,4
CH3 CH2 CH2 CH2X 0,4
(CH3)2 CHX 0,025
(CH3)3 Cx ~ 0

2.2.4.5 Rintangan Sterik Dalam Reaksi (kimia organik & www.chem-is-try.org.com)
Jika subtrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat apabila R merupakan ugus metal atau gugus primer, dan lambat jika R adalah gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk urutan reaktivitas ini jelas jika kita menggambarkan mekanisme SN2 . di bagian belakang karbon, tempat pergantian terjadi, keadaanya akan semakin berdesakan apabila gugus alkil yang melekat pada karbon yang membawa gugus pergi semakin banyak, sehingga reaksinya semakin lambat.









Nu C X SN2 cepat Nu C X SN2 lambat


Halida primer
(bagian belakang tak berdesakan)

Halida tersier
(bagian belakang berdesakan )

Ringkasannya, mekanisme SN2 adalah proses atau tahap, yang terjadi jika alkyl halide berupa metil > primer >sekunder >>tersier. Mekanisme ini terjadi dengan pembalikan konfigurasi, dan kecepatannya bergantung pada konsentrasi-konsentrasi nukleofil dan substrat. Jejalan ruang dalam struktur-struktur disebut rintangan sterik.


2.2.5 Reaksi SN 1 (FESSENDEN)
Karena rintangan sterik, t-butil bromida dan alkil halida tersier lain bereaksi seacra SN2. Namun, bila t-butil bromida direaksikan dengan suatu nekleofil yang berupa basa yang sangat lemah (seperti H2O atau CH3 CH2 OH), terbentuknya produk subtitusi, bersamasama dengan produk eliminasi. Karena H2O atau CH3 CH2 OH juga digunakan sebagai pelarut, tipe reaksi subtitusi ini kadang-kadang disebut reaksi sobvolis (solvent dan –lylsis penguraian oleh pelarut).
(CH3)3COCH2CH3 + CH2 = C(CH3)2
t- butil etil eter metilpropena
(CH3)3CBr (80%) (20%)
(CH3)3COH + CH2 = C(CH3)2
t-butil alkohol metilpropena
(70%) (30%)
Jika alklil halida tersier tak dapat reaksi secara SN 2, bagimana produk subtitusi itu terbentuk? Ternyata alkil halida terrsier mengalami subtitusi dengan mekanisme yang berlainan, yang disebut reaksi SN 1(subtitusi, nukleofilik, unimolekuler). Hasil eksperimen yang diperoleh dalam reaksi SN 1 cukup berbeda dari hasil reaksi SN 2. Secara khas,jika suatu enantiomer murni (dari) suatu alkil halida yang mengandung karbon C-X yang kiral, mengalami suatu reaksi SN 1, maka akan diperoleh produk subtitusi rasemik (bukan pruduk inversi seperti yang diperoleh seperti yang diperoleh dalam reaksi SN 2). Juga disimpulkan pada umumnya pengaruh konsentrasi nukleolfil pada laju keseluruhan reaksi
SN 1 sangat kecil (kontras dengan reaksi SN 2, di mana laju berbanding lurus dengan konsentrasi nukleolfil). Untuk menerangkan hasil eksperimen ini, akan dibahas mekanisme reaksi SN 1 dengan menggunakan t-butil bromida dan air. Untuk sementara produk eliminasi diabaikan dulu.
sebagai ion hidronium, H20-
(CH3 )3 CBr + H2O (CH3)3 COH + H+ + Br-
t-butil bromida t-buti alkohol


2.2.5.1Mekanisme SN1(FESSENDEN & WWW>CHEM-IS-TRY.ORG.COM)
Reaksi SN1 adalah reaksi ion. Mekanismenya kompleks karena adanya antara molekul pelarut, molekul RX, dan ion-ion antara yang terbentuk.
Reaksi SN1 antara suatu alkil halida tersier adalah reaksi bertahap (stepwise reaction). Tahap pertama berupa pematahan alkil halida menjadi sepasang ion: ion halida dan suatu karbokation, suatu ion dalam mana atom karbon mengemban suatu muatan positif. Karena reaksi SN1 melibatkan ionisasi, reaksi-reaksi ini dibantu oleh pelarut polar, seperti H20, yang dapat menstabilkan ion dengan cara solvasi(solvation)

Tahap 1:

(CH3)3C Br (CH3)3 C--- Br (CH3)3C+ + Br
keadaan transisi 1 zat-antara, karbokation
tak stabil

Tahap 2 adalah penggabungan karbokation itu dengan nukleofil (H2O) menghasilkan produk awal, suatu alkohol berproton(protonated).
Tahap 2:


Tahap terakhir dalam deret ini adalah lepasnya H+ dari dalam alkohol berproton tadi, dalam suatu asam-basa yang cepat dan reversibel, dengan pelarut.
Tahap 3:

Jadi reaksi keseluruhan t-butil bromida dengan air sebenarnya terdiri dari dua reaksi yang terpisah: reaksi SN1(ionisasi yang diikuti oleh kombinasi dengan nukleofil) dan suatu reaksi asam-basa. Tahap-tahap itu dapat diringkaskan sebagai berikut:




Gambar Diagram energi untuk suatu reaksi SN1 yang lazim

Perhatikan diagram energi untuk suatu reaksi SN1. Tahap 1 (ionisasi) secara khas mempunyai Eakt tinggi; inilah tahap lambat dalam proses keseluruhan. Harus tersedia cukup energi agar alkil halida tersier mematahkan ikatan sigma C-X dan menghasilkan karbokation serta ion halida.




2.2.5.2 Laju Suatu Reaksi SN1 (FESSENDEN)
Telah disebut di atas bahwa laju reaksi khas SN1 tidak bergantung pada konsentrasi nukleofil, tetapi hanya bergantung pada konsentrasi alkil halida.
Laju SN1 = k [RX]
Ini disebabkan oleh sangat cepatnya reaksi antara R+ dan Nu:- tetapi konsentrasi R+ sangat kecil. Kombinasi cepat antara R+ dan Nu:- hanya terjadi bila karbokation itu terbentuk. Oleh karena itu laju keseluruhan reaksi ditentukan seluruhnya oleh cepatnya RX berionisasi dan membentuk karbokation R+. Tahap ionisasi ini (Tahap 1 dalam reaksi keseluruhan) disebut tahap penentu-laju (rate-determining) atau tahap pembatas-laju (rate-limiting). Dalam reaksi bertahap apa saja, tahap paling lambat dalam deret keseluruhan adalah menentukan laju.
Suatu reaksi SN1 bersifat order pertama (first order) dalam laju karena laju itu berbanding lurus dengan hanya konsentrasi satu pereaksi (RX). Reaksi ini adalah reaksi uni-molekular karena hanya satu partikel (RX) yang terlibat dalam keadaan transisi tahap penentu-laju (angka “1” dalam SN1 merujuk ke unimolekular).
Tahap penentu-laju:

2.2.5.3 Reaktivitas Relatif Dalam Reaksi SN1(FESSENDEN)
Mendaftar laju relatif reaksi beberapa alkil bromidia pada kondisi SN1 yang lazim (solvolis dalam air). Perhatikan bahwa alkil halida mengalami substitusi 11,6-kali Lebih cepat daripada suatu alkil halide primer pada kondisi ini, sedangkan suatu alkil halide tersier bereaksi sejuta kali lebih cepat daripada suatu halide primer!
Tabel 5.3 Laju relative alkil bromide pada kondisi SN1 yang lazim.
CH3Br 1,00a
CH3CH2Br 1,00a
(CH3)2CHBr 11,6
(CH3)3CBr 1,2 x 106
aReaksi yang teramati dari metil bromida dan alkil primer agaknya terjadi dengan mekanisme yang berbeda (SN2, bukan SN1).


Metil:
CH3Br + H2O ----------------------->. CH3OH + Br- + H+
Primer :
CH3CH2Br + H2O ----------------------->. CH3CH2OH + Br- + H+
Sekunder:
(CH3)2CHBr + H2O -----------------------> (CH3)2CHOH + Br- + H+
Terseir:
(CH3)CBr + H2O -----------------------> (CH3)3COH + Br- + H+

Laju reaksi Sn1 dari pelbagai alkil halide bergantung pada energy pengaktifan relative yang mengakibatkan terbentuknya karbokation yang berlainan. Dalam reaksi ini, energy keadaan transisi yang akan menghasilkan karbokation itu sebagian besar ditentukan oleh kestabilan karbokation itu, yang telah setengah terbentuk dalam keadaan transisi. Dikatakan bahwa keaadaan transisi itu mempunyai karakter karbokation. Oleh karena itu reaksi yangmenghasilkan karbokation berenergi rendah dan stabil, akan berjalan dengan laju yang tinggi. Alkil halide tersier menghasilkan suatu karbokation yang lebih stabil aripada karbokation yang berasal dari suatu metil halida atau alkil halida primer, jadi reaksi ini mempunyai laju yang tinggi.

2.2.6 Ringkasan Mekanisme SN1 Dan SN2 (FESSENDEN)
Mekanisme SN1 kinetik order pertama
CH3 CH3
1. CH3 – C – CH3 CH3 – C – CH3 + Br - (lambat)
Br CH3
CH3 CH3
2. CH3 – C – CH3 + OH- CH3 – C – CH3 + Br- (cepat)
Br OH
Laju=k R Br

Mekanisme SN2 kinetik orde kedua
CH3Br + OH- CH3OH + Br –
Kecepatan k [CH3Br] [OH -]

2.2.7 Reaksi E1(FESSENDEN)
Suatu karbo kation adalah suatu zat antara yang tak stabil dan berenergi tinggi, yang dengan segera bereaksi lebih lanjut. Salah satu cara karbiokation mencapai produk yang stabil ialah dengan bereaksi dengan sebuah nukleofil. Tentu saja ini ialah reaksi reaksi SN1. Namun terdapat suatu alternatif: karbokation itu dapat memberikan sebuah proton kepada suatu basa dalam suatu reaksi eleminasi, dalam hal ini reaksi E1, menjadi sebuah alkena.
X +
(1) -C-C- X- + -C-C- slow
H H

+
(2) C C C C + H:B fast
H

: B
Tahap pertama dalam reaksi E1 identik dengan tahap pertama reaksi SN1: ionisasi alkil halida. Tahap ini adalah tahap lambat, jadi tahap penentu laju, dari reaksi keseluruhan. Seperti reaksi SN1, suatu reaksi E1 yang khas menunjukan kinetika order-pertama, dengan laju reaksi bergantung hanya pada konsentrasi alkil halida saja. Karena hanya melibatkan pereaksi dalam keadaan transisi (dari) tahap penentu laju, reaksi E1 adalah unimolekul seperti rewaksi SN1.


Dalam tahap ke dua reaksi eliminasi, basa itu merebut sebuah proton dari sebuah atom karbon yang terletak berdampingan dengan karbon positif. Elektron ikatan sigma karbon hidrogen ini bergeser ke arah muatan positif, karbon itu mengalami rehibridasi ke keadaan sp2, dan terbentuklah sebuah alkena.

Karena suatu reaksi E1, seperti reaksi SN1, berlangsung lewat-zat antara karbokation, maka tak mengherankan bahwa alkil halida tersier bereaksi lebih cepat dari pada alkil halida lain. Reaksi E1 (dari) alkil halida berlangsung pada kondisi yang sama seperti reaksi SN1(pelarut polar, basa sangat lemah, dan sebagainya); oleh karena itu reaksi SN1 dan E1 adalah reaksi bersaingan. Pada kondisi ringan yang diminta untuk reaksi-reaksi karbonkation untuk alkil halida ini, produk SN1 biasanya menang di bandingkan produk E1. Dari segi ini reaksi E1 alkil halida di anggap relatif tidak penting.

2.2.8 Reaksi E2 (FESSENDEN)
Reaksi eliminasi alkil halida yang paling berguna ialah reaksi E2 (eliminasi bimolekular) Reaksi E2 alkil halida cenderung dominan bila digunakan basa kuat, seperti –OH dan -OR, dan temperatur tinggi. Secara khas reaksi E2 dilaksanakan dengan memanaskan alkil halida dengan K+-OH atau Na+- OCH2CH3 dalam etanol.
Reaksi E2 berjalan tidak lewat suatu karbokation sebagai zat antara, melainkan berupa reaksi serempak (concerted reaction) yakni terjadi pada satu tahap, sama seperti reaksi SN2
Br
. 1 2 3
H : B + H-CH2-CHCH3 H:B + CH2 CHCH3 + Br -
(Morrison fourth edition)
Persamaan di atas menunjukan mekanisme, dengan anak panah bengkok menyatakan “pendorongan-elektron” (electron-pushing). Struktur keadaan-transisi dalam reaksi satu-tahap adalah:

RO
H


CH2 CHCH3

Br
Keadaan transisi E2
Dalam reaksi E2, seperti dalam reaksi E1, alkil halida tersier bereaksi paling cepat dan alkil halida primer paling lambat. (bila diolah dalam satu basa, alkil halida primer biasanya begitu mudah bereaksi subtitusi, sehingga hanya sedikit alkena yang terbentuk).

Primer Sekunder Tersier



Substrat produtc relative rates Relative rates per H
CH3CH2Br CH2 CH2 1.0 1.0
CH3CH2CH2Br CH3CH CH2 3.3 5.0
CH3CHBrCH3 CH3CH CH2 9.4 4.7
(CH3)CBr (CH3)2C CH2 120 40
(morison fourth edition)




2.2.9 Rangkuman E1 dan E2

Mekanisme E2 eliminasi bimolekuler
X
(2) C C X- + C C + H:B
H

: B

Mekanisme E1 eliminasi unimolekuler
X +
(1) -C-C- X- + -C-C- perlahan
H H
+
(2) C C C C + H:B cepat
H

: B

DAFTAR PUSTAKA

1. Fessenden, Ralp J.,Fessenden, Joan S., Kimia Organik 1., Edisi Ketiga, Erlangga 1982.
2. Morrison And Boyd., Organic Chemistry., Fourth Edition .,New York University 1983.
3. www.Wikipedia.com
4. www.chem-is-try.org.com

1 komentar: